
Mengapa Anak Sekolah Tidak Diajari Langkah Atur Keuangan?
Mengapa Anak Sekolah Tidak Diajari Langkah Atur Keuangan?
Pantauan Mengapa Literatur Keuangan Penting dan Semestinya Jadi Pelajaran Wajib Semenjak SMP/SMA
Sebelumnya pernah tidak sich kamu merasa terkejut waktu pertama kalinya pegang upah atau uang sendiri, terus mendadak saja habis dalam perhitungan hari? Atau kamu satu dari demikian beberapa orang yang baru sadar keutamaan menabung, investasi, dan mengelola keuangan sesudah terjerat hutang atau hidup ngepas? Nach, itu semua dapat menjadi karena satu perihal: kita tidak pernah diajarin langkah ngatur uang semenjak sekolah.
Walau sebenarnya, kekuatan mengelola keuangan ialah kemampuan dasar yang terpenting sekali dalam hidup. Tetapi anehnya, pelajaran ini justru tidak masuk kurikulum wajib di beberapa sekolah kita. Mengapa dapat demikian?
Kurangnya Literatur Keuangan di Kurikulum Sekolah
Sekarang ini, kurikulum pendidikan di Indonesia ada banyak konsentrasi pada teori—rumus matematika, hukum fisika, sejarah kerajaan, dan lain-lain. Tetapi sayang, materi langsung kepakai dalam kehidupan setiap hari seperti langkah atur pengeluaran, membuat bujet bulanan, atau tahu keutamaan investasi justru tidak diajarin dengan eksplisit. Mengakibatkan, banyak pelajar yang lulus dengan nilai bagus, tetapi masih tetap “gagap keuangan” demikian masuk dunia nyata.
Mengapa Anak Sekolah Tidak Diajari Langkah Atur Keuangan?
Berdasar sebagian survey nasional, literatur keuangan anak muda Indonesia tetap termasuk rendah. Mereka banyak yang belum mengetahui langkah membuat bujet, berbeda di antara keinginan dan keperluan, atau peranan kartu credit dan langkah kerja hutang. Ini pasti menjadi permasalahan serius, apalagi di era teknologi yang secara cepat dan konsumtif seperti sekarang.
Mengapa Literatur Keuangan Itu Penting?
Membuat Rutinitas Keuangan Sehat Semenjak Awal
Rutinitas baik itu semakin lebih mudah dibuat semenjak muda. Anak SMP atau SMA yang diajarin langkah menabung, nyusun bujet, dan pahami keutamaan investasi akan tumbuh menjadi angkatan lebih arif dalam mengurus uang. Mereka tidak mudah tertarik berbelanja stimulanif, pinjam uang asal-asalan, atau terjerat pola hidup konsumtif untuk konten pada media sosial.
Mempersiapkan Saat Depan yang Lebih Konstan
Saat beberapa anak punyai pengetahuan keuangan sejak awal, mereka lebih siap hadapi rintangan ekonomi di periode depan. Mereka dapat bisa lebih cepat berdikari, memahami dampak negatif keuangan, serta mulai bisa membuat tujuan periode panjang seperti membeli rumah, dana modal usaha, atau pensiun.
Menghindar dari Permasalahan Keuangan di Umur Muda
Banyak mahasiswa atau fresh graduate yang terbelit hutang kartu credit atau pinjol karena tidak memahami konsistensinya. Jika dari sejak awalnya mereka telah diajari masalah bunga, denda, dan dampak negatif credit, mungkin keputusan keuangan mereka akan lebih bijak.
Haruskah Jadi Pelajaran Wajib?
Jawabnya: iya, sekali!
Bayangin jika literatur keuangan ditempatkan sebagai pelajaran wajib semenjak SMP atau SMA. Beberapa anak dapat belajar langkah mengurus uang belanja, membuat gagasan berbelanja, bahkan juga dikenalkan replikasi investasi sederhana. Pelajaran ini dapat dibungkus langkah yang menggembirakan dan interaktif, contohnya melalui game, replikasi pasar, atau study kasus nyata.
Disamping itu, masukkan literatur keuangan ke pelajaran bisa tolong turunkan angka kejahatan keuangan seperti penipuan investasi bodong atau pinjol ilegal yang kerap mengarah anak muda.
Bagaimana Langkah Awalnya?
Pemerintahan dan sekolah dapat dimulai dari beberapa langkah kecil, contohnya:
Menyelipkan materi keuangan ke pelajaran PPKn, Ekonomi, atau Prakarya.
Melangsungkan workshop atau seminar keuangan teratur untuk pelajar.
Menggamit instansi keuangan paling dipercaya untuk memberi pembelajaran keuangan ke sekolah-sekolah.
Menggerakkan beberapa guru untuk turut training literatur keuangan agar dapat ngajarin dengan metode yang sama sesuai umur anak.
Anak Muda = Sasaran Pasar = Harus Terbuka Keuangan
Saat ini beberapa anak muda tidak hanya menjadi sasaran pasar, tetapi juga aktor ekonomi. Banyak yang sudah memulai usaha skala kecil, berjualan online, atau menjadi konten creator. Tetapi sayang, mereka tidak semua tahu langkah ngatur keuangan hasil jerih payahnya.
Maka dibanding nyesel terakhir karena uang habis tidak terang, lebih bagus dari saat ini kita dorong peralihan: literatur keuangan wajib masuk kurikulum!
Penutup
Atur uang itu tidak hanya masalah orang orang kaya cmd368 world cup atau dewasa. Semuanya orang, termasuk pelajar sekolah, perlu pengetahuan mengenai langkah mengurus keuangan. Dengan jadikan literatur keuangan sebagai pelajaran wajib semenjak SMP atau SMA, kita dapat tolong cetak angkatan yang tidak hanya pintar secara akademis, tetapi juga pintar secara keuangan. Karena pada akhirannya, punyai banyak uang itu tidak penting—yang penting ialah tahu triknya ngatur uang yang ada.

Kurikulum Baru: Antara Harapan dan Bikin Pusing Guru
Kurikulum Baru: Antara Harapan dan Bikin Pusing Guru
Setiap kali ada pergantian kurikulum, satu hal yang pasti: guru langsung angkat alis. Harapan tinggi dari pemerintah, semangat merdeka belajar, tapi di balik itu semua… banyak guru bingung, bahkan pusing tujuh keliling.
Apakah kurikulum baru ini solusi pendidikan Indonesia, atau malah nambah PR buat guru dan siswa? Yuk kita kupas realitanya bareng-bareng.
Kurikulum Ganti Mulu, Siswanya Bingung, Gurunya Lebih Bingung
Dari kurikulum 1994, KBK, KTSP, Kurikulum 2013, sampai sekarang Kurikulum Merdeka—perubahan kayaknya gak ada habisnya. Setiap menteri baru, semangat baru… kurikulum baru.
Tujuannya sih bagus:
-
Pendidikan harus adaptif
-
Siswa harus aktif, bukan pasif
-
Guru lebih bebas berkreasi
Tapi yang sering kejadian di lapangan: guru gak dikasih waktu cukup buat adaptasi. Sosialisasi singkat, pelatihan terbatas, lalu langsung diminta praktik. Ya pusing dong, Pak Bu!
Kurikulum Merdeka: Niatnya Merdeka, Tapi Kok Serasa Beban Tambahan?
Kurikulum Merdeka hadir dengan semangat positif: kasih keleluasaan buat guru dan siswa. Gak harus ngikutin buku teks mati. Guru bisa nyusun materi sesuai kebutuhan dan kondisi kelas.
Tapi… di lapangan?
-
Guru harus bikin modul ajar sendiri
-
Penilaian gak boleh cuma angka, tapi juga profil pelajar Pancasila
-
Harus nguasain teknologi digital, tapi gak semua sekolah punya fasilitas
Akhirnya, guru habis waktu nyusun administrasi, kurang fokus ke pengajaran. Ironi banget.
Siswa Sebenarnya Diuntungkan?
Sebagian iya. Karena:
-
Bisa belajar prediksi parlay sesuai minat (proyek, praktik, diskusi)
-
Gak cuma duduk, dengerin, dan nyatet
-
Belajar jadi lebih fleksibel dan relevan dengan kehidupan
Tapi… siswa juga bisa bingung kalau:
-
Gurunya belum siap
-
Fasilitas sekolah terbatas
-
Materi gak konsisten antar sekolah
Jadi ya… balik lagi ke kesiapan masing-masing sekolah.
Guru Jadi Tulang Punggung, Tapi Kurang Ditopang
Guru diharapkan jadi:
-
Fasilitator
-
Desainer pembelajaran
-
Penilai yang holistik
-
Penggerak komunitas belajar
Tapi banyak guru yang:
-
Gak punya waktu upgrade skill
-
Gaji masih kecil
-
Beban kerja makin besar
Mereka disuruh lari kencang, tapi sepatu aja belum dikasih.
Perlu Gak Sih Kurikulum Ganti-Ganti?
Perlu, asal:
-
Gak terlalu sering
-
Dampingi guru dengan serius
-
Fasilitasi dengan adil (gak cuma sekolah unggulan)
-
Libatkan guru dalam perumusan, bukan cuma disuruh jalanin
Karena pendidikan bukan tentang cepat berubah, tapi konsisten dan tepat sasaran.
Suara Guru di Lapangan
“Niatnya bagus, tapi kami gak diajak ngomong dari awal.”
“Modul-modul itu kayak tugas kuliah, bukan kerjaan sehari-hari guru.”
“Anak-anak semangat, tapi kami stres nyiapin materinya.”
Kalau suara guru diabaikan, kurikulum apapun gak akan maksimal. Mereka ujung tombak. Kalau mereka gak kuat, sistemnya ambruk.
Harapan Buat Masa Depan
Kurikulum Merdeka dan reformasi pendidikan bisa berhasil kalau:
-
Pemerintah dengerin suara guru, bukan cuma rapat di pusat
-
Pelatihan dibuat fun dan aplikatif, bukan cuma teori
-
Siswa diajak diskusi, bukan dijadikan kelinci percobaan
-
Semua sekolah, kota dan desa, dapet fasilitas yang layak
Kesimpulan
Kurikulum baru adalah harapan. Tapi jangan sampai harapan itu malah jadi tekanan. Guru bukan robot yang bisa langsung adaptasi dalam semalam. Mereka butuh waktu, support, dan kepercayaan.
Dan kita semua—siswa, orang tua, masyarakat—harus sama-sama dukung. Karena pendidikan itu kerja tim. Kalau guru bahagia, murid ikut bahagia. Dan masa depan Indonesia ikut cerah.